Kamis, 09 Juli 2009


ne cah bagus.....


wduch.... sexumnya ayu2....


ne nmx isti.....




wduch.... sexumnya mbk2 ne g kuat gw..... hwa3x


wduch.... mas rangga !!!!


he...33x!!! klo ne yang lagi ngantuk berat......

4 komentar:

Kang Khoirul mengatakan...

teman 2 teruslah semangat dalam maraih prestasimu dan jangan putuasa.
ALLAHUAKBAR.............

Kang Khoirul mengatakan...

halo teman2 PII Untuk memperkaya wacana pendidikan nasional ke depan, ada satu lagi yang tidak banyak dicermati para ahli pendidikan kita, yakni perlunya pendidikan agama yang pluris-inklusif. Bentuk pendidikan ini merupakan antitesis berbagai kewaspadaan publik yang memandang agama sebagai wajah yang penuh teror, garang dan penebar peperangan.
Wilayah agama sudah menjadi opini internasional untuk terus perlu diwaspadai peranannya. Kalau kita kemudian latah untuk menilai agama demikian, kapan bangsa ini merasa aman dengan pluralitas keberagamaannya sendiri? Agama yang diopinikan sebagai bentuk keyakinan yang eksklusif dan penebar disintegrasi, permusuhan, dendam, iri hati, saling hujat, bahkan saling bunuh, kalau tidak di-manage dengan arif akan terus berwajah demikian. Beragama dan keragamannya merupakan keniscayaan bangsa Indonesia, tidak untuk dibiarkan dan memasukkannya ke wilayah privat dan keluarga, tapi sebaliknya dikembalikan kepada misi suatu agama, yang diharapkan agama merupakan rahmat bagi seluruh alam.
Di sinilah perlunya pendidikan formal memberikan ruang pada pendidikan agama yang bisa menjembatani persoalan keyakinan keagamaan agar saling berinteraksi secara konstruktif. Di situlah perlunya model pendidikan yang mengarah pada pemahaman yang inklusif-pluralis. Paham inklusif-pluralis, dalam berinteraksi dengan aneka ragam unsur masyarakat, tidak saja dituntut untuk membuka diri, belajar dan menghormati mitra dialognya, tetapi juga harus commited terhadap agama yang dianutnya.
Dengan pandangan keberagamaan yang inklusif-pluralis, akan terjadi dialog antar agama, dan semua berkewajiban untuk menegakkan agama masing-masing. Melibatkan diri dengan keyakinan orang lain berarti memahami dan mempelajari keyakinan tersebut. Hal itu pada gilirannya akan membuka dialog antar umat beragama. Dialog ini tidak lebih dari sebuah pendidikan dalam pengertian yang paling luas dan paling mulia. Jika kita bukan seorang yang fanatik, konsekuensi dialog tersebut tidak lain akan memperkaya setiap pemeluknya.
Pandangan inklusif-pluralis secara filosofis teoritis dapat dijumpai dalam kajian ilmu perbandingan agama. Dalam hubungan ini, Schuon, misalnya, mengatakan bahwa dalam kenyataannya, tidak ada bukti-bukti yang mendukung pernyataan bahwa kebenaran unik dan khusus hanya dimiliki agama tertentu. Lain halnya dengan Huston Smith yang mengatakan bahwa pernyataan keselamatan merupakan monopoli salah satu agama saja, sebenarnya sama dengan mengatakan bahwa Tuhan hanya ditemukan dalam ruangan ini dan tidak ada di ruangan sebelah atau hanya dalam busana ini dan tidak ada dalam busana lain.Nurcholis Madjid mengutip QS. 30:30, bahwa agam itu harus diterima sebagai kelanjutan atau konsistensi hakikat kemanusiaan itu sendiri. Dengan kata lain, beragama yang benar harus merupakan kewajaran manusiawi. Cukuplah sebagai indikasi bahwa suatu agama atau kepercayaan tidak dapat dipertahankan jika ia memiliki ciri kuat bertentangan dengan naluri kemanusiaan yang suci. Kecenderungan alami manusia kepada kebenaran merupakan agama yang benar dan kebanyakan manusia tidak menyadarinya.
Dalam konteks ke-Indonesia-an, pertanyaan yang muncul adalah masihkah kita berpikir bahwa agama bukan wilayah publik? Pluralitas keberagamaan di Indonesia sudah merupakan kepercayaan dan idealisme. Yang paling penting lagi adalah, keberhasilan pendidikan di negara lain tidak bisa dijadikan ukuran untuk memisahkan wilayah agama dalam pendidikan formal di negeri ini.
Patut dicatat, bahwa bangsa ini menjadi begitu terkenal di mata dunia internasional diantaranya, karena keteguhannya menjunjung tinggi-tinggi nilai agama (termasuknya di dalamnya kebebasan memeluk agama sesuai dengan keyakinannya masing-masing) yang kemudian dituangkan dalam sebuah pasal pada UUD Negara. Artinya, manakala masih ada yang mempersoalkan pasal agama, maka keberagamaannya dalam keragaman patut dipertanyakan lebih jauh.

taqi mengatakan...

hai sobat kenalin ni AHMAD. dari local 2 this blog is ok
berjuang terus. jangan sampe putus hubungan 1 dg lainnya ok

taqi mengatakan...

ahmad punya kenangan di local 2 liat yuuuk:
http://al-qulub.blogspot.com/2008/12/berilmu-sebelum-berkarya.html